Siapa yang tidak tahu keunggulan ASI yang memang sudah lama
diyakini dan dibuktikan oleh para ahli kesehatan maupun para ibu – ibu menyusui
dan bayi mereka masing – masing yang mengkonsumsi. WHO secara resmi
merekomendasikan bahwa ASI diberikan secara eksklusif selama 6 bulan pertama
kehidupan seorang bayi, pada saat usia 6 bulan diberikan makanan pendamping ASI
dan pemberian ASI diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih.
Dengan begitu sangatlah perlu dan penting pemberian ASI
seorang bayi, terutama bayi premature.
Namun, karena satu dan lain hal banyak wanita yang tidak dapat meberikan
ASI secara eksklusif. Karena keunggulan dari ASI dan kecemasan seorang wanita
yang tidak dapat menyusui untuk memberikan susu formula kepada bayi mereka,
maka para wanita tersebut lantas memilih untuk memberikan ASI dari hasil pendonoran ASI atau bahkan meminta
seorang wanita lain yang memiliki ASI berlebih untuk menyusui bayi mereka
secara eksklusif yang sering disebut “ibu susu”.
Nah, apakah aman
berbagi ASI menurut kesehata? Apakah diperbolehkan dalam agama islam? Dalam
kesempatan ini admin akan memberikan pemaparan dari hasil gugling, riset dan
bertanya pada masyarakat sekitar. Berikut ulasannya.
Dalam segi kesehatan berbagi ASI seorang ibu yang positif
HIV tidak dianjurkan untuk mendonorkan ASI
untuk menghindari kekhawatiran terhadap resiko penularan dan efek
samping dari pengobatan dan terapi yang sedang dilakukan. Penelitian baru
menemukan apabila seorang ibu positif HIV menyusui secara eksklusif bayinya
sendiri selama 6 bulan, justru akan menurunkan resiko penularan terhadap
bayinya. Namun untuk berbagi ASI sebaiknya tidak dianjurkan.
Kecemasan akan tertularnya bayi mereka dari pemberian ASI
donor pun kerap kali menjadi pertimbangan ibu untuk memberikan ASI yang didonorkan,
seperti takut akan tertular Hepatitis B dan C, atau TBC bila pendonor mengidap
salah satu penyakit tersebut. Sebenarnya memang ada resiko penularan Hepatitis
B dan C secara teori, tetapi hanya akan terjadi apabila ASI yang didonorkan
terkontaminasi darah seorang ibu yang menderita penyakit tersebut. Resiko
penularan TBC memalui ASI hampir tidak ada, kecuali infeksi TBC yang terlokalisasi padadaerah payudara.
Penularan TBC terjadi jika ibu yang terinfeksi bernafas atau batuk tetap dimuka
bayinya, sehingga partikel – partikel TBC akan terhirup langsug oleh bayi.
Jika memamng menginginkan bayi tetap dapat mendapatkan ASI
meski ibunya sendiri tidak memberikan secara eksklusif sebaiknya perhatikan
apakah “ibu susu” peroko, meminum
alkohol atau mengkonsumsi narkoba karena akan membahayakan bayi anda.
Menurut pandangan islam terdapat silang pendapat, ada
sebagian golongan yang menyatakan apabila
seorang bayi minum ASI dari ibu lain, baik secara langsung atau diperah
terlebih dahulu, maka secara MUTLAK bayi tersebut akan menjadi saudara
sepersusuan dengan bayi ibu yang mendonorkan ASI tersebut. Menurut sudut
pandang yang diambil bahwa dengan meminum 3tegukan ASI langsung atau diperah,
maka kedua bayi tersebut menjadi saudara
sepersusuan karena cairan ASI yang sudah masuk kedalam tubuh bayi penerima
donor. Jika bayi tersebut berbeda jeis kelamin, maka dilarang untuk menikah
kemudian hari.
Menurut Dr. Yusuf
Qardhawi dalam Fatwa – Fatwa Kontemporer (Gema Insani Press) dalam garis
besarnya, tidak otomatis seorang bayi
yang menyusu pada ibu lain menjadi saudara sepersusuan dengan bayi ibu
tersebut. Terkecuali jika timbul rasa keibuan
karena nasab, yang menumbuhan rasa sebagai anak sendiri, dan persaudaraan. Sehingga
menurut Dr.Yusuf Qardhawi, bayi yang
mendapatkan donor ASI dari ibu lain, yaiutu ASI perah dan bukan Menyusu
langsung pada ibu donor tersebut, maka TIDAK akan menjadi saudara sepersusuan
dengan bayi si ibu pendonor.
ASI adalah filtrasi darah ibu sehingga ASI bisa menjadi
pembawa sifat. Karena itulah ada hukum yang menyebutkan ibu susu dengan anak
yang mendapatkan susu darinya.
Artikel ini saya buat hanya untuk pertimbangan masing –
masing dan bukan untuk membenarkan salah
satu pihak. Yang terbaik ialah apa yang
mendasar dari semua itu.
By AH.
0 komentar:
Posting Komentar